Mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip. ©2021 Infosatu.co.id |
JAKARTA, Infosatu.co.id - Mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip dicokok KPK usai bebas dari penjara. Emosi mantan Bupati Kepulauan Talaud itu meluap-luap dan terbaru dia memutuskan memberi perlawanan kepada lembaga antirasuah.
Awalnya, Sri Wahyumi dijerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 30 April 2019. Sri Wahyumi kala itu diduga 'bermain mata' dengan seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo.
Demi barang mewah, Sri Wahyumi disebut KPK memperjualbelikan proyek di kabupaten yang dipimpinnya kepada si pengusaha.
"Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo," ucap Basaria Pandjaitan selaku Wakil Ketua KPK saat itu pada saat konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (30/04/2019).
Sri Wahyumi ditetapkan sebagai tersangka bersama anggota tim sukses Sri Wahyumi atas nama Benhur Lalenoh dan seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo. Sri Wahyumi dibawa ke meja hijau hingga akhirnya dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Saat diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta, Sri Wahyumi divonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia diyakini bersalah menerima suap dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.
Meski vonisnya lebih ringan dari tuntutan, Sri Wahyumi tak terima. Dia mengajukan peninjauan kembali (PK). Mahkamah Agung (MA) pun mengabulkan PK dan menyunat hukuman Sri Wahyumi dari 4 tahun 6 bulan menjadi 2 tahun penjara. Vonis 2 tahun penjara itu berkekuatan hukum tetap dan KPK mengeksekusi Sri Wahyumi ke lembaga pemasyarakatan pada 26 Oktober 2020.
Berkat pemotongan hukuman tersebut, Sri Wahyumi bebas lebih cepat. Tepat 29 April 2021, Sri Wahyumi menghirup udara bebas dari Lapas Kelas II-A Tangerang.
"Betul sudah bebas hari ini dari Lapas Klas II-A Tangerang," ucap Kabag Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Rika Aprianti saat dimintai konfirmasi, Kamis (29/4/2021).
Di hari yang sama, Sri Wahyumi langsung dijemput paksa KPK. Ada perkara lain yang diusut KPK yang menjerat Sri Wahyumi.
"Betul, Saudari Sri Wahyuni Manalip dilakukan penyidikan terkait dengan perkara korupsi lainnya. Yang bersangkutan dulu tersangkut perkara korupsi berupa suap dan sudah menjalani vonis," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat dihubungi terpisah.
Sri Wahyumi diduga menerima gratifikasi Rp 9,5 miliar terkait dengan proyek infrastruktur. "KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan sejak September 2020 dan menetapkan tersangka SWM (Sri Wahyumi Maria Manalip) sebagai tersangka," ucap Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers, Kamis (29/4/2021).
Sri Wahyumi emosional saat kembali ditangkap KPK. Dia sempat mengamuk saat hendak ditahan KPK. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menuturkan emosi Sri Wahyumi tak stabil saat akan dihadirkan dalam konferensi pers KPK.
"Tidak bisa menampilkan tersangka karena berupaya menyampaikan tapi kemudian, setelah akan dilakukan penahanan, keadaan emosi tidak stabil. Kami tidak bisa menampilkan yang bersangkutan," ucap Ali di KPK, Kamis (29/4/2021).
Sri Wahyumi tidak terima dan menggugat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Berikut petitum Sri dalam gugatan praperadilan yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Kamis (6/5/2021):
1. Mengabulkan permohonan Praperadilan PEMOHON (Sri-red) untuk seluruhnya.
2. Menyatakan tindakan TERMOHON (KPK-red) yang menangkap dan menahan PEMOHON karena adanya dugaan melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasarkan menurut hukum. Oleh karenanya, perintah penangkapan dan penahanan a quo tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat.
3. Memerintahkan TERMOHON untuk melepaskan dan membebaskan PEMOHON dari Rutan KPK/TERMOHON karena TERMOHON telah melakukan perbuatan yang melawan hukum dan melanggar Hak Asasi Manusia in casu hak asasi PEMOHON.
5. Memerintahkan TERMOHON untuk memulihkan dan merehabilitasi nama baik PEMOHON;4. Menyatakan tidak sah segala keputusan ataupun penetapan yang dikeluarkan oleh TERMOHON terhadap diri PEMOHON.
6. Membebankan biaya perkara yang timbul kepada Termohon.
7. Atau - Apabila Hakim berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex ae quo et bono).
Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 51/Pid.Pra/2021/PN JKT.SEL dan didaftarkan pada Rabu (05/05/2021) kemarin, seperti dikutip infosatu.co.id dari detikcom.
KPK menegaskan penahanan terhadap Sri Wahyumi sesuai prosedur. "KPK tentu siap hadapi permohonan praperadilan dimaksud. Kami yakin bahwa seluruh proses penyidikan, penangkapan maupun penahanan yang kami lakukan terhadap yang bersangkutan telah sesuai mekanisme aturan hukum yang berlaku," kata Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (06/05/2021).