JAWA TIMUR, Infosatu.co.id - EAS tak menyangka, keinginannya untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) berbuah petaka. Bukannya menjadi berkah untuk memenuhi ekonominya, pertemuannya dengan sang majikan ternyata malah menjadi petaka.
Nasib nahas ini dialami wanita berumur 45 tahun tersebut saat bekerja pada seorang majikan berinisial F, warga Manyar, Surabaya. Pada wartawan, EAS mengaku sempat mengabdi pada sang majikan selama 13 bulan lamanya.
Awalnya dia tak menerima perlakuan yang aneh dari sang majikan. Namun, 3 hingga 4 bulan belakangan, sang majikan mulai bersikap keras pada wanita yang hanya hidup sebatang kara di kota Pahlawan ini.
Perlakuan kasar yang sempat diterimanya pun bermacam-macam. Mulai dari pukulan dengan berbagai macam benda yang dibawa sang majikan, hingga dipaksa untuk memakan kotoran kucing.
Persoalannya terkadang sepele. EAS mencontohkan, dia dianggap tidak bekerja dengan benar lantaran membersihkan kamar mandi dengan menggunakan sabun mandi cair.
"Dia (majikan) marah, terus pukul saya pakai shower. Pokok apa yang dia pegang itu dipakai untuk mukul aku. Soal (dipaksa makan kotoran kucing) itu awalnya karena saat membersihkan di bawah kursi aku nggak lihat (ada kotoran kucing). Terus sama dia (majikan) diambil. Saya mau ambil katanya tidak boleh. Katanya untuk makan aku. Siangnya dikasih ke aku, tapi aku tidak mau," katanya, Minggu (09/04/2021), seperti dikutip infosatu.co.id dari merdeka.com.
Siksaan yang diterima rupanya tak cukup memberi belas kasih sang majikan. Saat kakinya mulai membengkak akibat pukulan yang sering diterimanya, dia dianggap tak mampu lagi bekerja. Sang majikan pun memutuskan untuk mengirimnya ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Surabaya.
Bukan tanpa alasan. Sebab, meski asli warga Surabaya, EAS mengaku tak memiliki tempat tinggal tetap. Selama ini dia tinggal berpindah-pindah tempat. Dari satu tempat kos ke tempat kos lainnya. Dia tidak memiliki keluarga di Surabaya. Namun, ia memiliki keluarga yang kini tinggal di Pamekasan, Madura.
"Saya nge-kos di Wonokusumo. Tidak punya rumah, asli surabaya. Punya keluarga tapi di Pamekasan, Madura," tutupnya.
EAS belum melaporkan kasus tersebut ke polisi. Meski demikian, dia berharap dapat diberikan keadilan atas kasus yang menimpanya.
Nasib nahas ini dialami wanita berumur 45 tahun tersebut saat bekerja pada seorang majikan berinisial F, warga Manyar, Surabaya. Pada wartawan, EAS mengaku sempat mengabdi pada sang majikan selama 13 bulan lamanya.
Awalnya dia tak menerima perlakuan yang aneh dari sang majikan. Namun, 3 hingga 4 bulan belakangan, sang majikan mulai bersikap keras pada wanita yang hanya hidup sebatang kara di kota Pahlawan ini.
Perlakuan kasar yang sempat diterimanya pun bermacam-macam. Mulai dari pukulan dengan berbagai macam benda yang dibawa sang majikan, hingga dipaksa untuk memakan kotoran kucing.
Persoalannya terkadang sepele. EAS mencontohkan, dia dianggap tidak bekerja dengan benar lantaran membersihkan kamar mandi dengan menggunakan sabun mandi cair.
"Dia (majikan) marah, terus pukul saya pakai shower. Pokok apa yang dia pegang itu dipakai untuk mukul aku. Soal (dipaksa makan kotoran kucing) itu awalnya karena saat membersihkan di bawah kursi aku nggak lihat (ada kotoran kucing). Terus sama dia (majikan) diambil. Saya mau ambil katanya tidak boleh. Katanya untuk makan aku. Siangnya dikasih ke aku, tapi aku tidak mau," katanya, Minggu (09/04/2021), seperti dikutip infosatu.co.id dari merdeka.com.
Siksaan yang diterima rupanya tak cukup memberi belas kasih sang majikan. Saat kakinya mulai membengkak akibat pukulan yang sering diterimanya, dia dianggap tak mampu lagi bekerja. Sang majikan pun memutuskan untuk mengirimnya ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Surabaya.
Bukan tanpa alasan. Sebab, meski asli warga Surabaya, EAS mengaku tak memiliki tempat tinggal tetap. Selama ini dia tinggal berpindah-pindah tempat. Dari satu tempat kos ke tempat kos lainnya. Dia tidak memiliki keluarga di Surabaya. Namun, ia memiliki keluarga yang kini tinggal di Pamekasan, Madura.
"Saya nge-kos di Wonokusumo. Tidak punya rumah, asli surabaya. Punya keluarga tapi di Pamekasan, Madura," tutupnya.
EAS belum melaporkan kasus tersebut ke polisi. Meski demikian, dia berharap dapat diberikan keadilan atas kasus yang menimpanya.