Sri Wahyumi Maria Manalip mantan Bupati Talaud kembali ditahan KPK. ©2021 Infosatu.co.id |
JAKARTA, Infosatu.co.id - Sri Wahyumi Maria Manalip kembali menjadi tersangka KPK. Mantan Bupati Kepulauan Talaud itu lekat dengan kontroversi bahkan jauh sebelum berurusan dengan KPK.
JAKARTA, Infosatu.co.id - Sri Wahyumi Maria Manalip kembali menjadi tersangka KPK. Mantan Bupati Kepulauan Talaud itu lekat dengan kontroversi bahkan jauh sebelum berurusan dengan KPK.
Sri Wahyumi merupakan Bupati Kepulauan Talaud yang berada di Sulawesi Utara (Sulut) untuk periode 2014-2019. Namun belum tuntas masa jabatannya, Sri Wahyumi terjerat KPK pada 30 April 2019.
Apa saja kontroversinya?
1. Pelesiran Tanpa Izin ke AS
Sebelum berurusan dengan KPK, Sri Wahyumi pernah menuai kontroversi hingga dinonaktifkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tepatnya pada 14 Januari 2018, Gubernur Sulut kala itu Olly Dondokambey mengungkap kunjungan Sri Wahyumi ke Amerika Serikat (AS) tanpa izin. Buntutnya Sri Wahyumi dinonaktifkan.
"Iya sering ke luar negeri tidak lapor, saya juga tidak tahu sebagai gubernur. Ketahuannya waktu pimpinan MPR/DPR dan DPD berkunjung ke sana yang bersangkutan tidak ada padahal urusan perbatasan," kata Olly, Minggu (14/01/2018) seperti infosatu.co.id mengutip dari detikcom.
Menurut Olly, Sri Wahyumi diketahui 2 kali berpergian ke luar negeri tanpa izin. Olly juga mengatakan jika Sri Wahyumi sering berpergian lama dan kadang hampir satu bulan lamanya. Kepergian Sri Wahyumi pertama kali diketahui selama 10 hari, sedangkan kepergian yang kedua diketahui hampir 1 bulan.
Olly pun tidak mengetahui dengan pasti Sri Wahyumi ke luar negeri dengan menggunakan dana dari mana. "Yang jelas kalau nggak pakai izin pakai dana pribadi," ungkapnya.
Usut punya usut, Sri Wahyumi kala itu kemudian dinonaktifkan Kemendagri. Mendagri saat itu Tjahjo Kumolo menegaskan penonaktifan Sri Wahyumi terkait pelanggaran UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Atas penonaktifan itu, Sri Wahyumi mengaku dikriminalisasi. Dia mengaitkan penonaktifan ini dengan rencananya mengajukan cuti untuk tahapan pilkada.
"Kalau saya lihat, posisi saya sekarang ini, saya merasa saya ini dikriminalisasi," ucap Sri Wahyumi.
Sri Wahyumi mengaku pergi ke AS pada Oktober-November 2017 hanya satu kali. Kata Sri Wahyumi, semestinya dia mendapatkan sanksi pada Desember 2017.
Buntut dari penonaktifan Kemendagri, Sri Wahyumi dicopot sebagai Ketua DPC PDIP Talaud. Sri Wahyumi lalu menyeberang ke Partai Hanura. "Beliau mengatakan siap memimpin Partai Hanura di Talaud," kata Ketua DPP Hanura Benny Rhamdani.
Sri Wahyumi saat itu masuk ke Hanura kubu Manhattan atau yang mengakui kepemimpinan Oesman Sapta Odang. "Saya juga tertarik dengan sosok Pak OSO. Saya melihat beliau ini tegas dan peduli dengan kader juga peduli dengan daerah perbatasan," kata Sri Wahyumi.
2. Ngegas Jetski Sebelum OTT
Sri Wahyumi ditangkap KPK pada 30 April 2019. Sebelumnya Sri Wahyumi yang aktif di media sosial Instagram sempat memamerkan aktivitasnya naik jetski.
Sri Wahyumi diketahui terakhir kali mengunggah foto di Instagram pada Minggu (28/04/2019). Ada 4 foto Sri Wahyumi ketika naik jetski berwarna pink.
"26-04-2019 Menuju Pulau Miangas perbatasan langsung dengan Negara tetangga Philipina menggunakan Jetski, mengarungi lautan lepas selama 13 jam Puji Tuhan saya bersama rombongan boleh tiba di Miangas dengan selamat dan tiba kembali di Beo," tulis Sri Wahyumi di akun Instagramnya itu.
Sri Wahyumi mengaku nekat naik jetski selama 13 jam demi masyarakat di Pulau Miangas. Miangas adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang berbatasan dengan Filipina.
"Pulau yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Philipina Puji Tuhan bisa sampai di sini lagi mengarungi lautan selama 13 jam," tulis Sri sambil mengunggah foto di Miangas.
Empat hari setelahnya, Sri ditangkap KPK. OTT ini diduga terkait pengadaan atau proyek di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud. Singkat cerita Sri Wahyumi ditetapkan sebagai tersangka bersama anggota tim sukses Sri Wahyumi atas nama Benhur Lalenoh dan seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo.
3. Ogah Kembaran Tas Hermes
Dalam kasus pertama yang menjerat Sri Wahyumi Maria Manalip di KPK terungkap tentang permintaan tas mewah. Namun ada sisi lain saat mantan Bupati Kepulauan Talaud itu tak ingin tas mewahnya itu kembar dengan pejabat lain.
Cerita itu disampaikan Basaria Pandjaitan sewaktu aktif sebagai Wakil Ketua KPK dalam konferensi pers pada Kamis, 30 April 2019. Konferensi pers itu menyiarkan tentang pengumuman tersangka Sri Wahyumi usai terjaring operasi tangkap tangan.
"KPK mengidentifikasi adanya komunikasi yang aktif Bupati dengan BNL (Benhur Lalenah, anggota timses Bupati) atau pihak lain," ujar Basaria saat itu.
Komunikasi aktif itu, lanjut Basaria, antara lain membahas mengenai proyek di Talaud. Bukan hanya itu, Sri Wahyumi juga tak segan berbicara langsung mengenai permintaannya terhadap barang, yang merupakan bentuk imbal balik proyek di Talaud.
Komunikasi itu dilakukan Sri Wahyumi melalui Benhur, yang merupakan kepercayaannya, kepada Bernard Hanafi Kalalo, seorang pengusaha yang akhirnya ditunjuk untuk mendapatkan pekerjaan proyek revitalisasi pasar di Talaud.
"Komunikasi terkait dengan pemilihan merek tas dan ukuran jam yang diminta. Sempat dibicarakan permintaan tas bermerk Hermes dan Bupati tidak mau tas yang dibeli sama dengan tas yang sudah dimiliki oleh seorang pejabat perempuan lain di sana," kata Basaria.
Meski begitu, permintaan Sri itu mengenai tas Hermes tersebut tidak dipenuhi oleh Bernard. Bernard membelikan tas Chanel dan Balenciaga serta barang-barang mewah lain yang kemudian berujung pada OTT KPK.
Berikut barang-barang mewah itu:
- Tas tangan Chanel senilai Rp 97.360.000;
- Tas Balenciaga senilai Rp 32.995.000;
- Jam tangan Rolex senilai Rp 224.500.000;
- Anting berlian Adelle Rp 32.075.000;
- Cincin berlian Adelle Rp 76.925.000; dan
- Uang tunai Rp 50 juta.
4. Gagal Tenteng Tas Mewah saat Ultah
Ternyata OTT KPK pada Sri Wahyumi itu terjadi kurang lebih sepekan sebelum Sri Wahyumi merayakan ulang tahun ke 42. Ulang tahun Sri Wahyumi diketahui pada 8 Mei, sedangkan OTT KPK terjadi pada 30 April 2019. Alhasil Sri Wahyumi pun bertambah usia dengan status tersangka.
Sri Wahyumi kala itu diduga 'bermain mata' dengan seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo. Demi suap berupa barang mewah, si bupati yang sempat viral karena beranjangsana ke Amerika Serikat (AS) tanpa izin itu disebut KPK menjualbelikan proyek di kabupaten yang dipimpinnya pada pengusaha itu.
"Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo," ucap Basaria Pandjaitan selaku Wakil Ketua KPK saat itu pada saat konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (30/04/2019).
Saat itu setidaknya menurut KPK ada 2 tas, 1 arloji, dan perhiasan yang diperuntukan si bupati. Berikut daftarnya:
- Tas tangan Chanel senilai Rp 97.360.000;
- Tas Balenciaga senilai Rp 32.995.000;
- Jam tangan Rolex senilai Rp 224.500.000;
- Anting berlian Adelle Rp 32.075.000;
- Cincin berlian Adelle Rp 76.925.000; dan
- Uang tunai Rp 50 juta.
Dalam transaksi haram itu, KPK menduga ada peran seorang bernama Benhur Lalenoh yang merupakan tim sukses Sri untuk mencarikan kontraktor yang menggarap proyek-proyek di Talaud, termasuk pada Bernard.
Melalui Benhur, Sri Wahyumi diduga meminta 10 persen dari nilai proyek yang ditawarkan pada Bernard. Nah, barang-barang mewah itu disebut KPK sebagai bagian dari 10 persen yang dimintanya itu.
Ada cerita lain mengenai transaksi haram itu. KPK mengungkap Benhur sempat memberi saran pada Bernard agar barang mewah itu diserahkan kepada Sri Wahyumi pada saat ulang tahunnya. Tujuannya agar Sri Wahyumi merasa senang.
"Dari hasil kita periksa BNL (Benhur Lalenoh), dia memang menyarankan untuk membeli tas-tas bermerek ini supaya yang bersangkutan juga merasa senang saat ulang tahun awal Mei," kata Basaria.
5. Nangis Sambil Nyanyi di Sidang
Singkat cerita Sri Wahyumi diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia dituntut 7 tahun penjara tapi Sri Wahyumi menepis menerima suap.
Tersebut pada Senin, 2 Desember 2019, Sri Wahyumi membacakan pleidoi atau nota pembelaan terhadap tuntutan jaksa. Kala itu Sri Wahyumi membantah keras telah menerima suap.
"Tuntutan jaksa sama sekali tidak didukung bukti. Saya tidak melakukan korupsi uang negara, tidak menerima suap, tidak menerima janji apa pun yang sifatnya menyalahgunakan jabatan saya. Tidak ada gratifikasi karena barang apa pun belum ada di tangan saya," kata Sri Wahyumi saat itu.
Selama membaca nota pembelaan, Sri Wahyumi menangis. Dia merasa keberatan dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa KPK.
"Tujuh tahun penjara ini sangat memberatkan bagi saya dan sungguh tidak adil. Sepertinya saya ini sudah dianggap melakukan kejahatan luar biasa bagi masyarakat dan daerah yang saya pimpin," kata dia.
"Apakah tuntutan ini adalah imbalan atas kerja keras saya yang selama ini membangun Indonesia dari ujung perbatasan," sambung Wahyumi.
Sri Wahyumi menyebut perusahaan milik Bernard Hanafi Kalalo tidak pernah menang tender proyek karena tidak memenuhi syarat. Tapi dirinya sudah terkena operasi tangkap tangan oleh KPK pada 30 April 2019.
"Bernard tidak menang tender karena tidak memenuhi syarat, tapi tanggal 30 April saya ditangkap KPK," jelas dia.
Soal handphone satelit, dia mengaku tidak tahu bahwa barang itu berasal dari Bernard karena diserahkan stafnya di salah satu hotel. Tapi barang itu tidak berfungsi sehingga ingin dikembalikan ke Bernard dan KPK.
"Saya pernah gunakan sekali, tapi tidak berfungsi. Maksud saya ingin mengembalikan ke Bernard karena toh tidak bisa digunakan. Dan saya berniat ingin mengembalikan ke KPK, tapi saya tidak diberi kesempatan KPK. Jelang 1 minggu saya ditangkap KPK, inikah perlakuan yang adil bagi saya selaku WNI (warga negara Indonesia)," kata dia.
Sri Wahyumi mengklaim, selama menjabat kepala daerah, dirinya dikenal baik oleh masyarakat atas kinerjanya di Kabupaten Kepulauan Talaud. Namun jika ingin mengetahui kesalahannya, bertanyalah kepada lawan politiknya.
"Jika penyidik dan penuntut umum ingin mengetahui pribadi kebaikan dan keberhasilan saya, tanyakanlah ke teman-teman saya dan masyarakat Talaud. Jika ingin mencari kesalahan saya, tanyakanlah kepada lawan politik saya. Karena inilah jawaban perkara ini," ucap dia.
Dalam akhir nota pembelaan, Sri Wahyumi meminta izin majelis hakim untuk bernyanyi sebuah lagu berjudul 'Di Doa Ibuku Namaku Disebut'. Dia pun bernyanyi sembari menangis.
"Mengakhiri pembelaan saya, saya ingin menyanyikan sebuah lagu, lagu ini saya persembahkan untuk ibunda tercinta karena selalu mendoakan anaknya," tutupnya.
6. Vonis Disunat tapi Kebebasan Sesaat
Sri Wahyumi lantas divonis 4,5 tahun penjara dari tuntutan semula 7 tahun penjara. Lagi-lagi Sri Wahyumi tidak terima dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Dari situ Sri Wahyumi mendapatkan keringanan. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan PK dan menyunat hukuman Sri Wahyumi dari 4 tahun 6 bulan menjadi 2 tahun penjara.
KPK kecewa tapi tak bisa apa-apa karena PK menjadi upaya hukum terakhir. Vonis 2 tahun penjara itu pun berkekuatan hukum tetap dan KPK mengeksekusi Sri Wahyumi ke lembaga pemasyarakatan pada 26 Oktober 2020.
Berkat pemotongan hukuman itu Sri Wahyumi bebas lebih cepat. Tepat 29 April 2021, Sri Wahyumi menghirup udara bebas dari Lapas Klas II-A Tangerang.
"Betul sudah bebas hari ini dari Lapas Klas II-A Tangerang," ucap Kabag Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) Rika Aprianti saat dimintai konfirmasi, Kamis (29/4/2021).
Ternyata di hari yang sama itu Sri Wahyumi langsung dijemput paksa KPK. Ada perkara lain yang diusut KPK yang menjerat Sri Wahyumi.
"Betul, Saudari Sri Wahyuni Manalip dilakukan penyidikan terkait dengan perkara korupsi lainnya. Yang bersangkutan dulu tersangkut perkara korupsi berupa suap dan sudah menjalani vonis," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat dihubungi terpisah.
7. Ngamuk Ditahan KPK
Masih di hari yang sama saat kebebasannya dari lapas Sri Wahyumi ditangkap KPK. Sri Wahyumi diduga menerima gratifikasi Rp 9,5 miliar terkait dengan proyek infrastruktur.
"KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan sejak September 2020 dan menetapkan tersangka SWM (Sri Wahyumi Maria Manalip) sebagai tersangka," ucap Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers, Kamis (29/4/2021).
Karyoto lantas menjelaskan duduk perkara yang menjerat Sri Wahyumi. Berikut penjelasannya:
- Sejak Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud periode tahun 2014-2019, Sri Wahyumi berulang kali melakukan pertemuan di rumah dinas jabatan dan rumah kediaman pribadi dengan para ketua pokja pengadaan barang dan jasa Kabupaten Kepulauan Talaud yaitu John Rianto Majampoh selaku Ketua Pokja tahun 2014 dan 2015, Azarya Ratu Maatui selaku Ketua Pokja tahun 2016, dan Frans Weil Lua selaku Ketua Pokja tahun 2017.
- Sri Wahyumi juga selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan PBJ di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam proses lelang.
- Selain itu, Sri Wahyumi diduga juga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja PBJ Kabupaten Kepulauan Talaud meminta commitment fee sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian commitment fee para rekanan tersebut.
"Adapun uang yang diduga telah diterima oleh SWM sejumlah sekitar Rp 9,5 miliar," ucap Karyoto.
Atas perbuatannya, Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Perkara ini adalah kali kedua SWM ditetapkan sebagai tersangka. Meski secara waktu, perkara kedua ini lebih dulu dilakukan oleh SWM. Pengembangan perkara ini adalah salah satu dari sekian banyak contoh perkara yang berasal dari kegiatan tangkap tangan," kata Karyoto.
Sri Wahyumi sendiri emosional saat kembali ditangkap KPK. Dia sempat mengamuk saat hendak ditahan KPK. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menuturkan emosi Sri Wahyumi tak stabil saat akan dihadirkan dalam konferensi pers KPK.
"Tidak bisa menampilkan tersangka karena berupaya menyampaikan tapi kemudian, setelah akan dilakukan penahanan, keadaan emosi tidak stabil. Kami tidak bisa menampilkan yang bersangkutan," ucap Ali di KPK, Kamis (29/04/2021).
Namun Ali memastikan semua syarat penahanan atas Sri Wahyumi sudah dipenuhi. Dalam kasus ini, Sri Wahyumi diduga menerima gratifikasi Rp 9,5 miliar proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud pada 2014-2017.
Mantan Bupati Talaud Tarik Fee 10 Persen Proyek Revitalisasi
Sebelumnya diberitakan infosatu.co.id, Mantan Bupati Talaud Tarik Fee 10 Persen Proyek Revitalisasi, Diduga Terima Suap Rp9,5 M.
Deputi Penindakan KPK Karyoto, kasus suap atau gratifikasi yang kembali menjerat SWM atau Sri Wahyumi Maria.
Diketahui, SWM adalah mantan bupati Talaud (2014-2017) yang kembali ditahan usai menjalani masa tahanannya selama dua tahun di Lapas Wanita Klas II-A Tangerang.
Baca selengkapnya: Mantan Bupati Talaud Tarik Fee 10 Persen Proyek Revitalisasi