JAKARTA, Infosatu.co.id - Kepala BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) Benny Rhamdani meninjau kondisi 145 Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Rumah Penampungan Trauma Center (RPTC) Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Rabu (12/05/2021). Mereka baru tiba sehari sebelumnya dari Detensi Tahanan Imigrasi (DTI) Johor Bahru, Malaysia.
Kepada Benny Rhamdani para PMI itu menyampaikan berbagai keluh kesah selama di tahanan. Ada yang mengaku mengalami kekerasan fisik dan verbal, barangnya diambil, hingga diminta sejumlah biaya agar dapat keluar tahanan. Benny terlihat masygul menyimak kisah mereka.
"Ke depan kami memikirkan opsi untuk menerapkan moratorium pengiriman PMI ke Malaysia," katanya sejurus kemudian seperti tertuang dalam siaran pers Humas BP2MI.
Rhamdani juga berencana untuk menarik PMI di sektor perkebunan dan bekerja di lahan-lahan milik PTPN. Kepada mereka kelak akan disiapkan perumahan yang layak. Terkait hal ini Benny berjanji akan mendiskusikannya dengan Menteri BUMN Erick Thohir.
"Kami tarik mereka dan beralih bekerja di PTPN. Saya yakin akan bangkrut perusahaan-perusahaan sawit di Malaysia," tegas Rhamdani.
Dia lantas menghubungi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono melalui sambungan video call. Dia menyampaikan berbagai keluhan para deportan agar menjadi pertimbangan langkah perbaikan di Malaysia sehingga tidak terulang.
Hermono sependapat dengan Rhamdani. Apalagi sebagian besar PMI yang masih ditahan sebetulnya telah menyelesaikan hukuman mereka. Sehingga menahan mereka lebih lama sama saja menghukum dua kali dan melanggar HAM.
Anehnya, tawaran 'burden sharing' atau berbagi tanggung jawab biaya memulangkan mereka secepatnya justru ditolak Malaysia.
"Opsi moratorium perlu dipertimbangkan sampai kita yakin PMI mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya," kata Hermono.
Dia juga menekankan pentingnya stakeholders di dalam negeri agar memiliki komitmen untuk mencegah PMI non prosedural. Sebab bila dibiarkan justru akan menyengsarakan mereka di negara penempatan.
Kepada Benny Rhamdani para PMI itu menyampaikan berbagai keluh kesah selama di tahanan. Ada yang mengaku mengalami kekerasan fisik dan verbal, barangnya diambil, hingga diminta sejumlah biaya agar dapat keluar tahanan. Benny terlihat masygul menyimak kisah mereka.
"Ke depan kami memikirkan opsi untuk menerapkan moratorium pengiriman PMI ke Malaysia," katanya sejurus kemudian seperti tertuang dalam siaran pers Humas BP2MI.
Rhamdani juga berencana untuk menarik PMI di sektor perkebunan dan bekerja di lahan-lahan milik PTPN. Kepada mereka kelak akan disiapkan perumahan yang layak. Terkait hal ini Benny berjanji akan mendiskusikannya dengan Menteri BUMN Erick Thohir.
"Kami tarik mereka dan beralih bekerja di PTPN. Saya yakin akan bangkrut perusahaan-perusahaan sawit di Malaysia," tegas Rhamdani.
Dia lantas menghubungi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono melalui sambungan video call. Dia menyampaikan berbagai keluhan para deportan agar menjadi pertimbangan langkah perbaikan di Malaysia sehingga tidak terulang.
Hermono sependapat dengan Rhamdani. Apalagi sebagian besar PMI yang masih ditahan sebetulnya telah menyelesaikan hukuman mereka. Sehingga menahan mereka lebih lama sama saja menghukum dua kali dan melanggar HAM.
Anehnya, tawaran 'burden sharing' atau berbagi tanggung jawab biaya memulangkan mereka secepatnya justru ditolak Malaysia.
"Opsi moratorium perlu dipertimbangkan sampai kita yakin PMI mendapatkan perlindungan sebagaimana mestinya," kata Hermono.
Dia juga menekankan pentingnya stakeholders di dalam negeri agar memiliki komitmen untuk mencegah PMI non prosedural. Sebab bila dibiarkan justru akan menyengsarakan mereka di negara penempatan.