JAKARTA, Infosatu.co.id - Mengusut tuntas aliran dana kasus dugaan suap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengaku, aliran dana yang akan ditelusuri termasuk terkait dugaan ada atau tidaknya dana yang mengalir ke partai politik (parpol).
"Pasti akan kita perdalam, akan kita tanyakan secara mendetail, terima uang, uang dibelikan apa, uang dikirim ke mana, atau uang dibuat apa, jadi nanti ya nanti kita tunggu dari penyidik Tipikor Bareskrim untuk melakukan pendalaman," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (11/05/2021).
Argo mengatakan, pihaknya belum menemukan bukti bahwa ada aliran dan yang mengarah ke petinggi partai politik. Kendati demikian penyidik yang menangani kasus Bupati Nganjuk masih terus bekerja bahkan sampai ke dugaan tersebut.
"Apakah ada yang nyuruh, kemudian apakah nanti uang dikumpulkan untuk apa dan sebagainya ya, itu masih akan berkembang akan kami sampaikan kembali," katanya.
Argo mengatakan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri telah memeriksa 18 orang terkait kasus ini. Novi Rahman sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
"Dari penangkapan itu bahwa kita kita memeriksa beberapa saksi berkaitan dengan hal tersebut ada 18 orang saksi yang sudah kita lakukan pemeriksaan," katanya, seperti dikutip infosatu.co.id dari Republika.
Pasangan kepala daerah Nganjuk Novi Rahman Hidayat-Marhaen Djumadi diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Hanura. Namun, baik PDIP maupun PKB saling lempar keanggotaan Novi Rahman. Keduanya tak mengakui Novi Rahman adalah kadernya.
Sekretaris Gerakan Sosial dan Kebencanaan DPP PKB Luqman Hakim menyatakan, PKB mendukung penuh langkah KPK bersama Bareskrim Polri untuk mengusut tuntas kasus korupsi jual beli jabatan dan korupsi lain di Nganjuk.
"Bagi PKB, setiap upaya pemberantasan korupsi, baik pencegahan maupun penindakan, yang dilakukan KPK dan aparat penegak hukum lainnya harus didukung," kata Luqman, Selasa (11/05/2021).
Wakil Ketua Komisi II DPR itu mempersilakan penegak hukum untuk mengungkap hingga terang benderang aliran dana dalam kasus tersebut.
"Ke mana saja aliran dana hasil korupsinya, siapa yang diuntungkan dan ikut menikmati, silakan dibongkar semua. Tuntas, setuntas-tuntasnya," tutupnya.
Sebelumnya, KPK menyerahkan penyidikan perkara jual beli jabatan Bupati Nganjuk kepada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri. KPK dan Bareskrim melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Nganjuk pada Minggu (09/05/2021). Pelimpahan kasus ini dikhawatirkan jadi preseden buruk.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai pelimpahan ke Bareskrim untuk melokalisasi perkara. Bahkan, lanjut Zaenur, pelimpahan perkara Bupati Nganjuk juga menimbulkan tanda tanya besar. Menurutnya, pelimpahan perkara dari KPK ke penegak hukum lain harus didasarkan ke alasan yang berdasar.
Misalnya, kasus yang terjadi bukan merupakan ranah KPK sebagaimana yang diatur di Pasal 11 UU KPK, seperti tidak melibatkan penyelenggara negara atau aparat penegak hukum atau jumlah suap atau gratifikasi yang kurang dari Rp 1 miliar. Oleh karenanya sudah jelas untuk perkara Bupati Nganjuk merupakan kewenangan KPK lantaran terkait penyelenggara negara. "Sehingga saya berpendapat pelimpahan Nganjuk tidak tepat," tegasnya.
Karena, berdasarkan Pasal 6 Tahun 2019 UU KPK, lembaga antirasuah merupakan koordinator pemberantasan korupsi. KPK bahkan bisa mengambil alih perkara di institusi penegak hukum lain seperti Kejaksaan atau Polri, bila syaratnya terpenuhi.
"Pasti akan kita perdalam, akan kita tanyakan secara mendetail, terima uang, uang dibelikan apa, uang dikirim ke mana, atau uang dibuat apa, jadi nanti ya nanti kita tunggu dari penyidik Tipikor Bareskrim untuk melakukan pendalaman," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (11/05/2021).
Argo mengatakan, pihaknya belum menemukan bukti bahwa ada aliran dan yang mengarah ke petinggi partai politik. Kendati demikian penyidik yang menangani kasus Bupati Nganjuk masih terus bekerja bahkan sampai ke dugaan tersebut.
"Apakah ada yang nyuruh, kemudian apakah nanti uang dikumpulkan untuk apa dan sebagainya ya, itu masih akan berkembang akan kami sampaikan kembali," katanya.
Argo mengatakan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri telah memeriksa 18 orang terkait kasus ini. Novi Rahman sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
"Dari penangkapan itu bahwa kita kita memeriksa beberapa saksi berkaitan dengan hal tersebut ada 18 orang saksi yang sudah kita lakukan pemeriksaan," katanya, seperti dikutip infosatu.co.id dari Republika.
Pasangan kepala daerah Nganjuk Novi Rahman Hidayat-Marhaen Djumadi diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Hanura. Namun, baik PDIP maupun PKB saling lempar keanggotaan Novi Rahman. Keduanya tak mengakui Novi Rahman adalah kadernya.
Sekretaris Gerakan Sosial dan Kebencanaan DPP PKB Luqman Hakim menyatakan, PKB mendukung penuh langkah KPK bersama Bareskrim Polri untuk mengusut tuntas kasus korupsi jual beli jabatan dan korupsi lain di Nganjuk.
"Bagi PKB, setiap upaya pemberantasan korupsi, baik pencegahan maupun penindakan, yang dilakukan KPK dan aparat penegak hukum lainnya harus didukung," kata Luqman, Selasa (11/05/2021).
Wakil Ketua Komisi II DPR itu mempersilakan penegak hukum untuk mengungkap hingga terang benderang aliran dana dalam kasus tersebut.
"Ke mana saja aliran dana hasil korupsinya, siapa yang diuntungkan dan ikut menikmati, silakan dibongkar semua. Tuntas, setuntas-tuntasnya," tutupnya.
Sebelumnya, KPK menyerahkan penyidikan perkara jual beli jabatan Bupati Nganjuk kepada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri. KPK dan Bareskrim melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Nganjuk pada Minggu (09/05/2021). Pelimpahan kasus ini dikhawatirkan jadi preseden buruk.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai pelimpahan ke Bareskrim untuk melokalisasi perkara. Bahkan, lanjut Zaenur, pelimpahan perkara Bupati Nganjuk juga menimbulkan tanda tanya besar. Menurutnya, pelimpahan perkara dari KPK ke penegak hukum lain harus didasarkan ke alasan yang berdasar.
Misalnya, kasus yang terjadi bukan merupakan ranah KPK sebagaimana yang diatur di Pasal 11 UU KPK, seperti tidak melibatkan penyelenggara negara atau aparat penegak hukum atau jumlah suap atau gratifikasi yang kurang dari Rp 1 miliar. Oleh karenanya sudah jelas untuk perkara Bupati Nganjuk merupakan kewenangan KPK lantaran terkait penyelenggara negara. "Sehingga saya berpendapat pelimpahan Nganjuk tidak tepat," tegasnya.
Karena, berdasarkan Pasal 6 Tahun 2019 UU KPK, lembaga antirasuah merupakan koordinator pemberantasan korupsi. KPK bahkan bisa mengambil alih perkara di institusi penegak hukum lain seperti Kejaksaan atau Polri, bila syaratnya terpenuhi.