ilustrasi ayah perkosa putri kandung. ©2021 Infosatu.co.id |
NTT, Infosatu.co.id - Bernasib malang, seorang gadis di Desa Hoi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia diperkosa ayah kandungnya hingga mengandung dan melahirkan anak kembar.
Gadis berinisial YVT (28) ini dipaksa melayani nafsu bejat ayahnya, AT (56). Dia diancam dengan parang dan akan dibunuh jika menolak ajakan berhubungan badan.
Kasat Reskrim Polres TTS Iptu Hendrica Bahtera menjelaskan, korban mengalami kekerasan seksual disertai pengancaman ini sejak Juli 2020.
Peristiwa itu berawal saat dia pulang dari Kefamenanu, Kabupaten TTU, ke rumah mereka di Desa Hoi. Dia kembali tinggal bersama dua saudarinya dan ayah mereka.
Pada 5 Juli 2020, YVT berulang tahun yang ke-28. Ayahnya, AT, mengajaknya pergi ke kebun milik MB, sekitar 500 meter dari rumah mereka.
Sampai di kebun milik MB, AT langsung mengancam YVT menggunakan sebilah parang yang ditempelkan pada leher bagian kiri. Dia mengancam akan membunuh putrinya itu jika menolak berhubungan badan.
Merasa nyawanya terancam, korban tak kuasa melawan. Sang ayah pun menyetubuhinya.
Akhir Juli 2020, AT kembali mengajak korban untuk berhubungan badan. Kali ini dilakukan pada malam hari di kebun yang letaknya persis di belakang rumah mereka. Korban tidak mampu melawan karena diancam pelaku.
"Akibat dari hubungan badan tersebut maka korban hamil," jelas Hendrica, Selasa (27/04/2021).
Dipaksa Ayah Gugurkan Kandungan
Ketika kehamilan korban berusia sebulan, AT membujuk putrinya untuk menggugurkan kandungan menggunakan ramuan kulit pohon bubuk. Pelaku khawatir perbuatannya diketahui orang lain dan kerabat mereka.
Meski dipaksa, korban menolak bujukan dan permintaan ayahnya. Selasa (20/04/2021) sekitar pukul 00.30 Wita, dia melahirkan anak laki-laki kembar.
Proses persalinan dibantu pelaku dan dua adik korban, YT dan AT. Bayi kembar pertama lahir selamat.
Pelaku kemudian memanggil DK, seorang tukang urut untuk membantu memotong tali pusar bayi. Saat pelaku dan DK tiba di rumah, korban sudah melahirkan bayi kedua, namun dalam keadaan meninggal dunia.
Karena salah seorang bayi sudah meninggal, maka pelaku menggali kubur kemudian berdoa dan menguburkan jenazahnya di dalam rumah bulat, yang juga digunakan sebagai dapur.
Bayi yang masih hidup sudah dipotong tali pusarnya. Sementara bayi yang sudah meninggal tidak dipotong tali pusarnya.
Diselidiki Polisi Ayah Perkosa Anak Kandung
Kasus ini kemudian diketahui aparat kepolisian. Akhir pekan lalu, anggota Polsek Amanuban Tengah dan Bhabinkamtibmas Kecamatan Oenino dipimpin Kapolsek Ipda Marthen L Petterson Riwu mendatangi lokasi kejadian. Mereka melakukan penyelidikan di sana.
Anggota unit Identifikasi Polres TTS dipimpin Kasat Reskrim Iptu Hendrica Bahtera ke lokasi kejadian dan melakukan olah TKP. Dokter Lisda Yolanda serta Dokter Siagian dari Puskesmas Niki-Niki juga dilibatkan.
Olah TKP digelar di rumah bulat dengan diameter 8 meter, dinding terbuat dari bambu, atap terbuat dari alang-alang dan terdapat dua pintu. Di dalam rumah bulat tersebut terdapat dua balai-balai, dua buah tungku api.
Di bawah batu pelat terdapat bekas galian sedalam 40 Cm yang sudah tertimbun tanah. "Di dalam lubang tersebut ada bungkusan yang di dalamnya terdapat jasad bayi laki-laki dan satu batang pisang berwarna ungu," jelas Hendrica.
Bayi itu terbungkus dengan dua baju, yakni baju berwarna oranye bergaris hitam di bagian luar dan baju bagian dalam berwarna oranye.
"Panjang badan bayi 46 Cm. Bayi juga masih terbungkus dengan plasenta, bayi dalam keadaan terlilit tali pusar dengan satu putaran di leher," katanya.
Setelah dilakukan olah TKP dan pemeriksaan oleh dokter dari Puskesmas Niki-Niki, bayi itu diduga meninggal dunia karena terlilit tali pusar. Tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuhnya.
Keluarga menerima kematian bayi itu. Mereka membuat surat pernyataan penolakan autopsi, agar keluarga dapat memakamkan jenazah bayi secara adat dan kepercayaan.
Sementara itu, AT sudah diamankan di Polsek Amanuban Tengah. Dia diduga telah melakukan kekerasan seksual sesuai Pasal 46 Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
"Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000," tutup Hendrica.