ilustrasi pelaku kejahatan. ©2021 infosatu.co.id |
NTT, Infosatu.co.id - Kepolisian Resort Alor, Polda Nusa Tenggara Timur resmi menetapkan MM (60) sebagai tersangka kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur. Pensiunan pendeta itu ditetapkan sebagai tersangka, setelah penyidik mengantongi alat bukti awal yang cukup.
MM ditetapkan tersangka pada (19/03/2021) berdasarkan surat perihal pemberitahuan pengalihan status dengan Nomor: B/297/III/RES 1.24/2021.
Surat tersebut ditandatangani Kapolres Alor AKBP Agustinus Chrismas Try Suryanto melalui Kaur Bin Ops Reskrim Ipda I Gede Eka Suadnyana dan dikirim kepada saudara MM, yang tembusannya disampaikan kepada keluarga dan kepala desa atau lurah.
Adapun isi surat itu, Kaur Bin Ops Reskrim Ipda I Gede Eka Suadnyana mengatakan, status MM dinaikkan menjadi tersangka karena polisi telah mengantongi bukti awal yang cukup.
“Dari saksi menjadi tersangka sehubungan dengan terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh tersangka MM terhadap saksi korban anak,” demikian kutipan surat yang ditandatangani Kaur Bin Ops Ipda I Gede.
Ipda I Gede menjelaskan, kejadian pencabulan tersebut terjadi pada hari Senin, (15/03/2021) sekitar pukul 13.30 Wita di ruang tamu rumah kos milik salah satu warga berinisial MM yang dihuni tersangka.
Adapun tempat kejadian perkaranya beralamat di wilayah Lautingara, RT 010 RW 004 Kelurahan Kalabahi Tengah Kecamatan Teluk Mutiara Kabupaten Alor.
Untuk membuat terang tindak pidana maka terhadap yang bersangkutan akan dilakukan penangkapan, atau penahanan atau pemeriksaan selanjutnya sebagai tersangka.
Akibat perbuatan tersebut, tersangka dijerat pasal 82 ayat 3 Jo pasal 82 ayat 1 Jo pasal 76E UU No 35/2014 tentang perubahan atas UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak sebagaimana diubah dengan UU No 17/2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU No 23/2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-undang.
Merujuk pada UU tersebut maka MM yang juga warga Desa Aramaba Kecamatan Pantar Tengah itu terancam pidana penjara paling sedikit 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 Miliar.